Selasa, 02 Januari 2024

Budaya Organisasi dan Perubahan

Nama                                    : Amanda Tiara Prameswari

Nim                                       : 236120900050

Dosen Pengampu                 : Bpk.Tofan Tri Nugroho,S.E.,M.M.

Prodi                                     : Bisnis Digital

Fakultas                               : Bisnis,Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo


BUDAYA ORGANISASI


 Awal mula perubahan budaya dalam studi kasus Huawei

BUDAYA SERIGALA

    Raksasa teknologi Huawei telah berkembang pesat, menghadirkan telepon seluler dan layanan data ke berbagai wilayah di seluruh dunia.
    Kesuksesan perusahaan sering dikaitkan dengan apa yang disebut “budaya serigala”. Budaya Huawei berakar pada latar belakang pendirinya, Ren Zhengfei, yang merupakan seorang insinyur di Tentara. Ia mendirikan perusahaan tersebut pada akhir tahun 1980an pada masa kebangkitan kapitalis Tiongkok.
    Sejak didirikannya perusahaan, nilai-nilai militer, termasuk semangat, dedikasi, dan ketekunan, telah memengaruhi budaya organisasi. 
    Tahun awal berdirinya Huawei, di mana para karyawan harus menghadapi kondisi kerja yang berat untuk memastikan keberhasilan organisasi.
    Namun, budaya yang dulunya dianggap sebagai kunci kesuksesan Huawei
kini mendapat sorotan lebih besar. Bukti-bukti pelanggaran yang meluas telah
muncul. Tampaknya “budaya serigala” mengizinkan atau bahkan mendorong
karyawan untuk melanggar aturan demi mencapai kesuksesan dengan cara apa
pun, tidak peduli seberapa tidak etisnya.
    Kisah Huawei menunjukkan risiko yang timbul akibat budaya organisasi yang tidak menegakkan standar etika dan mengabaikan kesejahteraan karyawan.


Apa Itu Budaya Organisasi?

Budaya organisasi mengacu pada sistem makna bersama yang dimiliki oleh
anggota yang membedakan organisasi dari organisasi lain. Sistem makna
bersama ini mencakup nilai-nilai, keyakinan, dan asumsi yang menjadi ciri
organisasi.

Nilai-nilai, keyakinan, dan asumsi ini, jika dipraktikkan, 

(1) menyaring apa yang menjadi perhatian karyawan, 

(2) diwujudkan secara fisik sebagai simbol materi(misalnya seragam, patung, dll) dancerita, dan 

(3) menjadi landasan bagi makna bersama di antara anggota suatu organisasi.


Kerangka kerja paling umum menggambarkan budaya organisasi memiliki beberapa nilai yang bersaing.

1. “Klan.”Sebuah budaya berdasarkan afiliasi manusia. Karyawan menghargai

keterikatan, kolaborasi, kepercayaan, dan dukungan.

2. “Adhokrasi.”Budaya yang berbasis pada perubahan. Karyawan menghargai pertumbuhan,

variasi, perhatian terhadap detail, stimulasi, dan otonomi.

3. “Pasar.”Budaya berdasarkan prestasi. Karyawan menghargai komunikasi,

kompetensi, dan kompetisi.

4. “Hierarki.”Budaya yang didasarkan pada stabilitas. Karyawan menghargai

komunikasi, formalisasi, dan rutinitas.


Budaya Kuat versus Budaya Lemah

Di sebuah budaya yang kuat, nilai-nilai inti organisasi dipegang teguh dan dianut secara luas. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besarkomitmen mereka, semakin kuat budaya dan semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku anggota.

Budaya yang kuat seharusnya lebih berdampak langsung pada hasil organisasi karena budaya tersebut menunjukkan kesepakatan yang tinggi mengenai apa yang diwakili oleh organisasi.

Budaya lemah dalam suatu konteks dapat mencakup kurangnya integritas, ketidaktransparan, kurangnya dorongan untuk pertumbuhan dan inovasi, serta ketidakseimbangan antara tanggung jawab dan akuntabilitas. Budaya ini dapat merugikan hubungan antar anggota organisasi dan berdampak negatif pada kinerja keseluruhan.

    

Bagaimana Karyawan Mempelajari Budaya?

Kebudayaan disebarkan dalam beberapa bentuk, yang paling ampuh adalah cerita, ritual, simbol material, dan bahasa.

Cerita

Biasanya mencakup narasi tentang para pendiri organisasi, pelanggaran peraturan, relokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan upaya mengatasi organisasi.

Karyawan juga menciptakan narasi mereka sendiri tentang bagaimana mereka bisa cocok atau tidak dengan organisasi selama proses sosialisasi, termasuk hari-hari pertama bekerja, interaksi awal dengan orang lain, dan kesan pertama dalam kehidupan organisasi.

 Bukti menunjukkan bahwa kisah-kisah yang sarat emosi dan seringkali inspiratif ini sangat transformasional, persuasif, dan memotivasi—mendorong karyawan untuk mengadopsi dan melestarikan budaya.

Ritual

Ritual adalah  rangkaian aktivitas berulang yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi. Beberapa perusahaan  mempunyai ritual non-tradisional untuk membantu mendukung nilai-nilai budaya mereka.

Simbol

Tata letak kantor pusat perusahaan, jenis mobil yang diberikan oleh para eksekutif puncak, dan ada tidaknya pesawat perusahaan adalah beberapa contohnya. Simbol materi,terkadang juga dikenal sebagai artefak. Lainnya mencakup ukuran kantor; keanggunan perabotan, fasilitas, dan pakaian; dan bahkan halaman media sosial atau situs web perusahaan organisasi tersebut.

Hal ini menyampaikan kepada karyawan siapa yang penting; tingkat egalitarianisme yang diinginkan manajemen puncak; dan jenis perilaku yang sesuai, seperti pengambilan risiko, dan perilaku konservatif, otoriter, partisipatif, individualistis, atau sosial.

Simbol material juga menawarkan rasa keterhubungan dan membangkitkan emosi pada karyawan yang memahami simbol tersebut.

Bahasa

Banyak organisasi dan subunit di dalamnya menggunakan bahasa untuk membantu anggotanya mengidentifikasi budaya, membuktikan penerimaan mereka terhadap budaya tersebut, dan membantu melestarikannya.

Menciptakan dan Mempertahankan Kebudayaan

 Bagaimana Budaya Dimulai ?

Penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara :

Pertama, para pendiri cenderung mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikiran dan merasakan hal yang sama dengan mereka.

Kedua, mereka mensosialisasikan karyawan terhadap cara berpikir dan perasaannya.

Dan yang terakhir, perilaku para pendiri mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri mereka dan menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi mereka. Ketika organisasi berhasil, kepribadian para pendirinya akan tertanam dalam budaya.

 

Menjaga Budaya Tetap Hidup

Ada tiga kekuatan yang memainkan peranan penting dalam mempertahankan budaya: Praktik seleksi atau perekrutan, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi (misalnya, orientasi, pelatihan, dan memasukkan karyawan baru).

Peran budaya dapat menjadi beban bagi sebuah organisasi

Bandingkan fungsinya dan dampak disfungsional budaya organisasi terhadap manusia dan lingkungan organisasi.

Fungsi Kebudayaan

Budaya mendefinisikan “aturan main”. Pertama, ia mempunyai peran yang menentukan batasan: ia menciptakan perbedaan antar organisasi. Kedua, menyampaikan rasa identitas bagi anggota organisasi. Ketiga, budaya memfasilitasi komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan pribadi individu. Keempat, meningkatkan stabilitas sistem sosial.

Budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan memberikan standar mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan. Terakhir, ini adalah mekanisme yang membuat masuk akal dan mengontrol yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku karyawan

 

Menerapkan Budaya sebagai Iklim

Meskipun kita sering mengharapkan budaya terwujud dengan cara yang dapat diprediksi, mungkin terdapat perbedaan di antara keduanyadianut(yaitu diadopsi di permukaan) dan diberlakukan(yaitu, benar-benar dipraktikkan) nilai-nilai budaya, keyakinan, dan asumsi. Perbedaan ini mempunyai implikasi terhadap bagaimana iklim muncul.

Dalam memahami lingkungannya,karyawan membedakan antara apa yang mereka “dengar” atau “lihat” yang didukung oleh pemimpin organisasi dalam rapat, memo, buku peraturan, dan sebagainya, dan apa yang“sebenarnya” mereka lihat sedang dilaksanakan.

Budaya sebagai Aset

Budaya dan Iklim Etis Budaya organisasi tidak netral dalam orientasi etisnya, bahkan ketika mereka tidak secara terbuka mengejar tujuan etis. Budaya etisberkembang seiring berjalannya waktu sebagai konsep bersama tentang perilaku benar dan salah di tempat kerja.

Budaya etis mencerminkan nilai-nilai sejati organisasi dan membentuk pengambilan keputusan etis para anggotanya. Budaya etis mendukung standar etika yang jelas, dengan perilaku etis yang dicontohkan oleh kepemimpinan.

Budaya dan Iklim Berkelanjutan Keberlanjutan

Untuk menciptakan bisnis yang benar-benar berkelanjutan, sebuah organisasi harus mengembangkan budaya jangka panjang dan menerapkan nilai-nilainya melalui iklim. Dengan kata lain, perlu ada sistem berkelanjutan untuk menciptakan keberlanjutan!

budaya organisasi menghasilkan perubahan perilaku karyawan yang positif. Pemimpin juga memainkan peran yang besar: Pemimpin terlibat dalam beberapa perilaku untuk membantu membangun budaya berkelanjutan, dan beberapa di antaranya melakukannya dari posisi formal (misalnya, kepala petugas keberlanjutan).

Budaya dan Iklim yang Inovatif

Perusahaan paling inovatif sering kali dicirikan oleh budaya mereka yang terbuka, tidak konvensional, kolaboratif, visioner, dan cepat.

Perusahaan startup sering kali memiliki budaya inovatif karena mereka biasanya kecil, gesit, dan fokus pada pemecahan masalah agar dapat bertahan dan berkembang.

Budaya sebagai Kewajiban

Budaya dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pegawai, yang jelas dapat menguntungkan suatu organisasi. Budaya juga berharga bagi karyawan karena budaya menjelaskan apa yang penting bagi organisasi.

Iklim berikut ini menggambarkan bagaimana karyawan harus menerapkan hal-hal penting ke dalam praktik. Namun kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang berpotensi menimbulkan disfungsi, terutama aspek yang sangat negatif terhadap efektivitas organisasi.

 Mari kita lihat beberapa faktor utama yang menandakan budaya organisasi yang negatif :

 Stagnasi dan Pengukuhan

2)      Keseragaman dan Kekakuan

3)      Toksisitas dan Disfungsi

4)      Mempengaruhi Budaya Organisasi

Mengembangkan Budaya Positif Membangun Kekuatan KaryawanMeskipun budaya organisasi yang positif tidak mengabaikan masalah,budaya ini menekankan pada menunjukkan kepada pekerja bagaimana mereka dapat memanfaatkan kekuatan mereka.

Keterbatasan Budaya PositifApakah budaya positif bisa menyembuhkan segalanya? Meskipun banyak perusahaan telah menerapkan aspek-aspek budaya organisasi yang positif, ini merupakan gagasan yang cukup baru bagi kita untuk merasa tidak yakin tentang bagaimana dan kapan budaya organisasi tersebut akan bekerja dengan baik.

 Tidak semua budaya nasional menghargai hal-hal positif seperti halnya budaya AS, dan bahkan dalam budaya AS, pasti ada batasan sejauh mana organisasi harus melangkah. Batasannya mungkin ditentukan oleh industri dan masyarakat.

 

Menghargai Lebih Dari Menghukum :Meskipun sebagian besar organisasi cukup berfokus pada imbalan ekstrinsik seperti gaji dan promosi, mereka sering kali melupakan manfaat dari imbalan yang lebih kecil (dan lebih murah) seperti pujian (lihat bab tentang motivasi).

 

Budaya positif mengakui perbedaan antara pekerjaan dan karier.

 

Mengembangkan Budaya Etis

Meskipun terdapat perbedaan antar industri dan budaya, budaya etis memiliki beberapa nilai dan proses yang sama. Oleh karena itu, manajer dapat menciptakan budaya dan iklim yang lebih etis dengan berpegang pada prinsip-prinsip berikut:

• Jadilah panutan yang terlihat. Karyawan akan melihat tindakan manajemen puncak sebagai tolok ukur perilaku yang tepat, namun setiap orang dapat menjadi teladan untuk secara positif mempengaruhi suasana etika.

• Komunikasikan ekspektasi etis. Kapan pun Anda menjabat dalam kapasitas kepemimpinan, minimalkan ambiguitas etika dengan membagikan kode etik yang menyatakan nilai-nilai utama organisasi dan aturan penilaian yang harus dipatuhi oleh karyawan.

• Memberikan pelatihan etika.Selenggarakan seminar, lokakarya, dan program pelatihan untuk memperkuat standar perilaku organisasi, memperjelas praktik apa saja yang diperbolehkan, dan mengatasi potensi dilema etika.

• Menghargai tindakan etis secara nyata dan menghukum tindakan yang tidak etis. Mengevaluasi bawahan tentang bagaimana keputusan mereka dibandingkan dengan kode etik organisasi.


 Sifat Perubahan

Mengubah hanyalah ketika segalanya menjadi berbeda dari sebelumnya. Ketika perubahan diterapkan, hal ini akan mengarah pada redistribusi nilai, prioritas, dan sumber daya secara alami yang bergema di seluruh organisasi dan mengubah interaksi karyawan.

Seringkali, perubahan tidak direncanakan dan terjadi secara alami—namun, situasi tertentu memerlukan upaya proaktif, disengaja, dan berorientasi pada tujuan untuk mewujudkan perubahan, yang semuanya menggambarkanperubahan yang direncanakan.

Misalnya, sebuah produsen mobil besar menghabiskan beberapa miliar dolar untuk memasang robot canggih. Karena rencana pengenalan peralatan baru secara dramatis mengubah pekerjaan di bidang kendali mutu dan karena manajemen mengantisipasi penolakan karyawan yang besar terhadap peralatan tersebut, para eksekutif mengembangkan program untuk membantu orang-orang menjadi terbiasa dengan peralatan baru.

 

Apa tujuan dari perubahan terencana?

Pertama, berupaya meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya. Kedua, berupaya mengubah perilaku karyawan.

Siapa di organisasi yang bertanggung jawab mengelola aktivitas perubahan?

Jawabannya dapat ditemukan diagen perubahan. Mereka melihat masa depan organisasi yang belum diidentifikasi oleh orang lain, dan mereka mampu memotivasi, menciptakan, dan menerapkan visi ini.

Beberapa agen perubahan berupaya mentransformasi industri lama untuk memenuhi kemampuan dan tuntutan baru.

 

Sumber Resistensi terhadap Perubahan

Sumber Individu

·         Kebiasaan

Untuk mengatasi kompleksitas hidup, kita mengandalkan kebiasaan atau respons terprogram. Namun ketika dihadapkan pada perubahan, kecenderungan untuk merespons dengan cara yang biasa kita lakukan menjadi sumber penolakan.

·         Keamanan

Orang-orang dengan kebutuhan tinggi akan rasa aman cenderung menolak perubahan karena hal tersebut mengancam perasaan aman mereka.

·         Faktor-faktor ekonomi

Perubahan dalam tugas pekerjaan atau rutinitas kerja yang sudah ada dapat menimbulkan ketakutan ekonomi jika masyarakat khawatir bahwa mereka tidak akan mampu melakukan tugas atau rutinitas baru sesuai standar mereka sebelumnya, terutama ketika gaji sangat erat kaitannya dengan produktivitas.

·         Takut akan hal yang tidak diketahui

Perubahan menggantikan ambiguitas dan ketidakpastian untuk hal yang tidak diketahui.

·         Pemrosesan informasi selektif

Individu bersalah karena memproses informasi secara selektif untuk menjaga persepsi mereka tetap utuh. Mereka mendengar apa yang ingin mereka dengar, dan mengabaikan informasi yang menantang dunia yang mereka ciptakan.

Sumber Organisasi

·         Inersia struktural

Organisasi mempunyai mekanisme bawaan, seperti proses seleksi dan peraturan formal untuk menghasilkan stabilitas. Ketika sebuah organisasi dihadapkan pada perubahan, kelambanan struktural ini bertindak sebagai penyeimbang untuk mempertahankan stabilitas.

·         Fokus perubahan yang terbatas

Organisasi terdiri dari sejumlah subsistem yang saling bergantung. Yang satu tidak bisa diubah tanpa mempengaruhi yang lain. Jadi perubahan yang terbatas pada subsistem cenderung diabaikan oleh sistem yang lebih besar

·         Inersia kelompok

Bahkan jika individu ingin mengubah perilakunya, norma kelompok dapat menjadi kendala.

·         Ancaman terhadap keahlian

Perubahan pola organisasi dapat mengancam keahlian kelompok khusus.Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang sudah mapan. Setiap redistribusi otoritas pengambilan keputusan dapat mengancam hubungan kekuasaan yang telah lama ada dalam organisasi.

Mengatasi Resistensi terhadap Perubahan 

1.      Komunikasi

2.      Partisipasi

3.      Membangun Dukungan dan Komitmen

4.      Kembangkan Hubungan Positif

5.      Melaksanakan Perubahan Secara Adil

6.      Manipulasi dan Kooptasi

7.      Memilih Orang yang Menerima Perubahan

8.      Pemaksaan


Pendekatan untuk Mengelola Perubahan

Organisasi

Sekarang kita beralih ke beberapa pendekatan untuk mengelola perubahan: model tiga langkah klasik Lewin, rencana delapan langkah Kotter, penelitian tindakan, dan pengembangan organisasi.

Bandingkan empat pendekatan utama dalam pengelolaan perubahan organisasi :


1.      Model Tiga Langkah Lewin


Kurt Lewin berpendapat bahwa perubahan yang sukses dalam organisasi harus mengikuti tiga langkah:

mencairkan status quo,pergerakan ke keadaan akhir yang diinginkan, dan  pembekuan ulang. Perubahan baru untuk menjadikannya permanen.

Secara definisi, status quo adalah keadaan setimbang. Untuk beralih dari keseimbangan untuk mengatasi tekanan resistensi individu dan konformitas kelompok—pencairan harus terjadi melalui salah satu dari tiga cara:Pertama, itukekuatan pendorong,yang mengarahkan perilaku menjauhi status quo, dapat ditingkatkan. Untuk yang lain, itu kekuatan penahan, yang menghalangi pergerakan menjauh dari keseimbangan, dapat dikurangi. Alternatif ketiga adalah menggabungkan dua pendekatan pertama.

v  Perusahaan yang telah sukses di masa lalu kemungkinan besar akan menghadapi hambatan karena masyarakat mempertanyakan kebutuhannya untuk perubahan. Ketika tahap pergerakan dimulai, penting untuk menjaga momentum tetap berjalan.

v  Organisasi-organisasi yang bersiap menghadapi perubahan kurang berhasil dibandingkan organisasi-organisasi yang mencapai dan melalui tahap pergerakan dengan cepat.

v  Ketika perubahan telah diterapkan, situasi baru tersebut harus dibekukan kembali sehingga dapat dipertahankan seiring berjalannya waktu. Tanpa langkah terakhir ini, perubahan kemungkinannbesar hanya akan berumur pendek, dan karyawan akan berusaha untuk kembali ke kondisi keseimbangan sebelumnya.


Rencana Delapan Langkah Kotter
 

2.      Rencana Delapan Langkah Kotter untuk Menerapkan Perubahan

Untuk mengatasi hambatan perubahan ini, Kotter menetapkan delapan langkah berurutan untuk mengatasi masalah ini :

1. Membangun rasa urgensi dengan menciptakan alasan kuat mengapa perubahan diperlukan.

2. Membentuk koalisi yang mempunyai kekuatan cukup untuk memimpin perubahan.

3. Menciptakan visi baru untuk mengarahkan perubahan dan strategi pencapaian visi tersebut.

4. Komunikasikan visi ke seluruh organisasi.

5. Memberdayakan orang lain untuk bertindak berdasarkan visi tersebut dengan menghilangkan hambatan terhadap perubahan dan mendorong pengambilan risiko dan pemecahan masalah secara kreatif.

6. Merencanakan, menciptakan, dan menghargai “kemenangan” jangka pendek yang menggerakkan organisasi menuju visi baru.

7. Mengkonsolidasikan perbaikan, menilai kembali perubahan, dan melakukan penyesuaian yang diperlukan dalam program baru.

8. Memperkuat perubahan dengan menunjukkan hubungan antara perilaku baru dan keberhasilan organisasi.

John Kotter mengembangkan model tiga langkah Lewin untuk menciptakan pendekatan yang lebih rinci dalam menerapkan perubahan. Kotter memulai dengan membuat daftar kesalahan umum yang dilakukan manajer ketika mencoba memulai perubahan. Mereka mungkin gagal menciptakan rasa urgensi mengenai perlunya perubahan, koalisi untuk mengelola proses perubahan, atau visi

 

3.      Penelitian Tindakan

Penelitian tindakan suatu proses perubahan berdasarkan pengumpulan data secara sistematis dan kemudian pemilihan tindakan perubahan berdasarkan apa yang ditunjukkan oleh data yang dianalisis.

Penelitian tindakan adalah proses perubahan berdasarkan pengumpulan data secara sistematis dan pemilihan tindakan perubahan berdasarkan apa yang ditunjukkan oleh data yang dianalisis.

Nilainya adalah dalam menyediakan metodologi ilmiah untuk mengelola perubahan yang direncanakan.

 Penelitian tindakan terdiri dari lima langkah (perhatikan bagaimana langkah-langkah tersebut sejajar dengan metode ilmiah): diagnosis, analisis, umpan balik, tindakan, dan evaluasi.

 

4.      Pengembangan Organisasi

Pengembangan organisasi (OD)adalah kumpulan metode perubahan yang mencoba meningkatkan efektivitas organisasi dan kesejahteraan karyawan.

Metode PO menghargai pertumbuhan manusia dan organisasi, proses kolaboratif dan partisipatif, serta semangat penyelidikan.

Konsultasi ProsesManajer sering merasa bahwa kinerja unit mereka dapat ditingkatkan tetapi  tidak dapat mengidentifikasi apa yang harus ditingkatkan dan bagaimana caranya. Tujuan dari konsultasi proses adalah konsultan luar yang membantu klien, biasanya seorang manajer, dalam menciptakan “hubungan melalui upaya terus-menerus dalam 'bersama-sama menguraikan apa yang sedang terjadi” untuk membuat pilihan bersama tentang bagaimana melanjutkannya.

Proses konsultasi mengasumsikan kita dapat meningkatkan efektivitas organisasi dengan menangani masalah interpersonal melalui partisipasi dan keterlibatan. Dibandingkan dengan pendekatan PO lainnya, pendekatan ini lebih mengarah pada tugas, dan konsultan tidak memecahkan masalah organisasi namun membimbing atau melatih klien untuk memecahkan masalah mereka.

 Paradoks Perubahan

Dari teori paradoks, yang menyatakan bahwa paradoks kunci dalam manajemen adalah tidak adanya status optimal akhir bagi suatu organisasi. Di sebuah paradoks dalam situasi ini, kita diharuskan untuk menyeimbangkan ketegangan di berbagai tindakan, yang disebabkan oleh kelangkaan sumber daya.

Ada proses yang terus-menerus dalam menemukan titik keseimbangan, keseimbangan dinamis, di antara prioritas-prioritas yang berubah seiring berjalannya waktu.

 

Ringkasan

Budaya organisasi mempunyai pengaruh besar terhadap efektivitas organisasi, perilaku anggotanya, dan bagaimana organisasi merespons tantangan baru dan perubahan dalam lingkungannya.

Nilai, keyakinan, dan asumsi yang mendasarinya merupakan ciri-ciri yang membentuk budaya dan membedakan organisasi satu sama lain. Misalnya, subkultur dapat terbentuk terlepas dari kekuatan budaya dominannya.

Budaya pada awalnya dibentuk oleh para pendiri organisasi, yang memilih karyawan dan manajer yang mereka tahu akan mendukung misi dan nilai-nilai organisasi.

Karyawan mempelajari budaya dengan mengamati dan berpartisipasi dalam cerita, ritual, simbol, dan bahasa organisasi.

Bagaimana budaya mempengaruhi efektivitas organisasi? Hal ini dilakukan melalui pembentukan iklim, yang menetapkan kebijakan, praktik, dan prosedur yang mewujudkan nilai-nilai.

Senin, 01 Januari 2024

Kekuasaan dan Politik

Nama                                    : Amanda Tiara Prameswari

Nim                                       : 236120900050

Dosen Pengampu                 : Bpk.Tofan Tri Nugroho,S.E.,M.M.

Prodi                                     : Bisnis Digital

Fakultas                               : Bisnis,Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo


KEKUASAAN DAN POLITIK




    Dalam perilaku organisasi (OB),kekuatan hanya mengacu pada kapasitas, kebijaksanaan, dan sarana untuk memaksakan kehendak seseorang atas orang lain.

Dengan demikian, seseorang dapat memiliki kekuasaan tetapi tidak menggunakannya; orang yang berkuasa memiliki keleluasaan dalam menentukan kapan harus menggunakan kekuasaannya. 

Mungkin aspek kekuasaan yang paling penting adalah fungsinya ketergantungan.

Semakin banyak orang mengandalkan atau bergantung pada orang yang berkuasa (yang mengendalikan sesuatu yang orang lain andalkan atau inginkan), semakin kuat pula orang tersebut.

Perbedaan Kekuasaan dan Kepemimpinan

    Kekuasaan tidak memerlukan kesesuaian tujuan, hanya ketergantungan. Sebaliknya, kepemimpinan memerlukan keselarasan antara tujuan pemimpin dan tujuan yang dipimpinnya. 

    Perbedaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh. Kekuasaan lebih berfokus pada pengaruh ke bawah pada pengikutnya. Hal ini meminimalkan pentingnya hubungan lateral dan ke atas, yang penting dalam kepemimpinan. 

    Perbedaan ketiga, kepemimpinan sering kali menekankan gaya. Hal ini mencari jawaban atas pertanyaan seperti “Seberapa suportifnya seorang pemimpin?” dan “Berapa banyak pengambilan keputusan yang harus dibagikan kepada pengikut?” Sebaliknya, kekuasaan berfokus pada taktik untuk menjamin kepatuhan. 

Basis Kekuatan

Kekuasaan Formal 
    Kekuasaan formal didasarkan pada posisi individu dalam suatu organisasi. Hal ini dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi penghargaan atau dari otoritas yang sah. 

        Kekuatan Koersif Itu kekuasaan yang bersifat memaksa. 

Dasarnya bergantung pada ketakutan target akan akibat negatif dari kegagalannya untuk mematuhi atau bertindak dengan cara yang akan membuat marah pemegang kekuasaan.

Contoh :

Konsultan penjualan mungkin akan tetap diam setelah menyaksikan supervisornya memalsukan angka penjualan timnya karena takut dipecat atau diturunkan pangkatnya, ditugaskan ke wilayah atau klien yang tidak diinginkan, dan/atau diperlakukan dengan cara yang memalukan di depan anggota tim lainnya.

        Kekuatan Hadiah itu kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuatan imbalan.

Yang dipatuhi masyarakat karena menghasilkan manfaat positif; seseorang yang dapat membagikan imbalan yang dianggap berharga oleh orang lain dapat memiliki kekuasaan atas mereka.

Contoh:

Pemimpin tim penjualan yang memberi penghargaan kepada anggota tim yang patuh dengan informasi pemimpin sedang menjalankan kekuasaan penghargaan. Alternatifnya, penghargaan ini bisa bersifat finansial seperti menetapkan tingkat gaji, kenaikan gaji, dan bonus—atau nonfinansial, termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik, rekan kerja yang bersahabat, dan shift kerja atau wilayah penjualan yang disukai.

        Kekuasaan yang Sah itu cara paling umum untuk mengakses satu atau lebih basis kekuatan. Mungkin adalah melalui kekuasaan yang sah. 

Ini mewakili wewenang formal untuk mengendalikan dan menggunakan sumber daya organisasi berdasarkan posisi struktural seseorang dalam organisasi. 

Contoh:

Ketika kepala sekolah, presiden bank, atau kapten tentara berbicara, guru, teller, dan letnan satu biasanya mematuhinya.

Kekuatan Pribadi

    Kekuatan pribadi, yang berasal dari karakteristik unik individu. Ada dua dasar kekuatan pribadi: keahlian dan rasa hormat serta kekaguman orang lain.

        Kekuatan Ahli didasarkan pada keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan.

Ketika pekerjaan menjadi lebih terspesialisasi, kita menjadi bergantung pada para ahli untuk mencapai tujuan. 

Contoh :

Konsultan penjualan kami, beberapa anggota tim mungkin memiliki kekuasaan ahli karena keterampilan atau keahlian penjualan mereka yang kuat di bidang tersebut.

        Kekuatan Referensi didasarkan pada identifikasi dengan seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat pribadi yang diinginkan.

Jika saya menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menggunakan kekuasaan atas saya karena saya ingin menyenangkan Anda.

Contoh :

Kekuasaan referensi berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan keinginan untuk menjadi seperti orang tersebut. Selebriti dibayar jutaan dolar untuk mendukung produk dalam iklan karena banyak fans yang mengaguminya akan membeli produk yang diiklankan.

Basis Kekuasaan Mana yang Paling Efektif? Dari basis kekuasaan tersebut, manakah yang paling efektif? 

    Mengenai tanggungan dalam hubungan kekuasaan, dasar kekuasaan yang berbeda-beda akan efektif tergantung pada persepsi dan karakteristik tanggungan. 

Misalnya, orang yang bergantung pada orang lain memandang pemimpin yang pemarah memiliki kekuasaan formal yang lebih tinggi, dan pada gilirannya lebih setia terhadap pemimpin tersebut dan menganggap mereka lebih efektif.

    Di sisi lain, orang-orang yang menjadi tanggungan mereka cenderung menganggap pemimpin yang bersifat memaksa dan tidak mempunyai referensi yang baik sebagai pemimpin yang tidak efektif, menjadi kurang loyal terhadap para pemimpin tersebut, dan bahkan terlibat dalam perilaku menyimpang yang ditujukan kepada para pemimpin tersebut. 


Perilaku Politik



    Politik organisasi berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam suatu organisasi, terkadang untuk perilaku yang mementingkan diri sendiri dan tidak disetujui oleh organisasi.

    Tujuan perilaku politik dalam organisasi terdiri dari kegiatan-kegiatan yang tidak diperlukan sebagai bagian dari peran formal individu tetapi mempengaruhi atau berupaya mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian dalam organisasi. 

Perilaku politik memberi masyarakat rasa pemberdayaan dan kendali dalam lingkungan yang sangat politis (tetapi hal ini juga bisa melelahkan).

Realitas Politik 

Penelitian telah menunjukkan bahwa ada berbagai cara orang menafsirkan politik: 

(1) ada yang seperti itu reaktif,meyakini bahwa hal ini melibatkan perilaku destruktif dan manipulatif; beberapa adalah (2)enggan, memandangnya sebagai kejahatan yang perlu; yang lain lagi adalah (3)strategis dan memandang politik sebagai cara yang berguna untuk menyelesaikan sesuatu; dan akhirnya, beberapa memiliki lebih dari (4) terintegrasipersepsi, memandang politik sebagai pusat realitas pengambilan keputusan.


Penyebab dan Akibat Perilaku Politik

Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Perilaku Politik :

Faktor Individu

    Pada tingkat individu, peneliti telah mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian tertentu, kebutuhan, dan faktor-faktor lain yang mungkin terkait dengan perilaku politik. 

    Dalam hal sifat, kami menemukan bahwa karyawan yang memiliki pengawasan diri yang tinggi,memiliki locus of control internal, dan memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan (lihat bab teori motivasi) lebih cenderung terlibat dalam perilaku politik. Orang yang memiliki self-monitor yang tinggi lebih sensitif terhadap isyarat-isyarat sosial, menunjukkan tingkat konformitas sosial yang lebih tinggi, dan lebih cenderung terampil dalam berperilaku politik dibandingkan orang yang memiliki self-monitor yang rendah.

Faktor Organisasi

    Ketika sumber daya suatu organisasi menurun, ketika pola sumber daya yang ada berubah, dan ketika terdapat peluang untuk promosi, perilaku politik akan lebih mungkin muncul ke permukaan.

    Ketika sumber daya berkurang, masyarakat mungkin terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. Juga, setiap perubahan-perubahan, terutama perubahan-perubahan yang melibatkan realokasi sumber daya dalam organisasi secara signifikan, kemungkinan besar akan merangsang konflik dan meningkatkan perilaku politik.

    Budaya yang ditandai dengan rendahnya kepercayaan, ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, pengambilan keputusan yang demokratis, tekanan yang tinggi terhadap kinerja, dan manajer senior yang mementingkan diri sendiri juga akan menciptakan lahan subur bagi perilaku politik.


Faktor-Faktor yang Mendorong Persetujuan Perilaku Politik :

    Cialdini menguraikan sejumlah kekuatan berbasis bukti ini sebagai Enam (sekarang Tujuh) Prinsip Persuasi. 

Hal-hal tersebut merupakan kekuatan sosial umum yang memiliki dampak besar terhadap perilaku dalam organisasi:

• Timbal balik:Orang termotivasi untuk memberi kembali kepada orang lain yang telah melakukan sesuatu untuk mereka. 

• Konsistensi/komitmen:Orang termotivasi untuk tetap konsisten dan berkomitmen terhadap keputusan atau pilihan yang telah mereka buat. 

• Bukti sosial:Orang-orang mencari bukti, verifikasi, dan validasi orang lain bahwa mereka telah bertindak dengan cara yang benar.

 • Menyukai:Orang yang menyukai satu sama lain cenderung setuju satu sama lain. 

• Otoritas:Masyarakat lebih cenderung mengatakan ya terhadap permintaan pemegang kekuasaan. 

• Kelangkaan:Masyarakat menginginkan lebih banyak dari apa yang tidak tersedia atau yang semakin sedikit tersedia.

 • Persatuan:Prinsip persuasi terbaru: Orang-orang paling dipengaruhi oleh orangorang yang mereka identifikasi.


Bagaimana Orang Menanggapi Politik Organisasi?

Secara umum, kebanyakan orang memandang politik melalui salah satu dari empat cara berikut: 

(1) sebagai destruktif dan manipulatif

(2) sebagai kejahatan yang diperlukan

(3) sebagai strategi yang berguna untuk menyelesaikan sesuatu

(4) sebagaiaspek yang tidak dapat diubah kehidupan organisasi

        Hubungan politik-kinerja tampaknya dipengaruhi oleh pemahaman individu tentang “bagaimana” dan “mengapa” politik organisasi. Para peneliti mencatat, “Seseorang yang memiliki pemahaman yang jelas tentang siapa yang bertanggung jawab membuat keputusan dan mengapa mereka dipilih menjadi pengambil keputusan akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana dan mengapa sesuatu terjadi seperti yang mereka lakukan dibandingkan seseorang yang tidak memahami hal tersebut. 

        Proses pengambilan keputusan dalam organisasi.” Ketika politik dan pemahaman sama-sama tinggi, kinerja cenderung meningkat karena individu-individu ini melihat aktivitas politik sebagai sebuah peluang. Hal ini konsisten dengan apa yang mungkin Anda harapkan dari individu yang memiliki keterampilan politik yang baik. Namun ketika pemahaman rendah, individu cenderung melihat politik sebagai ancaman, yang dapat berdampak negatif pada kinerja pekerjaan.


Etika Berperilaku Politik

    Meskipun tidak ada cara yang jelas untuk membedakan perilaku politik yang etis dan tidak etis, ada beberapa pertanyaan yang harus Anda pertimbangkan. Misalnya, apa manfaat terlibat dalam perilaku politik? Kadang-kadang kita melakukannya karena alasan yang tidak masuk akal atau mengabaikan situasi.


Memetakan Karir Politik Anda

    Salah satu cara paling berguna untuk berpikir tentang kekuasaan dan politik adalah dalam kaitannya dengan karier Anda sendiri. Apa ambisi Anda? Siapa yang mempunyai kekuatan untuk membantu Anda mencapainya? Apa hubungan Anda dengan orang-orang ini? Cara terbaik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini adalah dengan peta politik, yang dapat membantu Anda menggambarkan hubungan Anda dengan orang-orang yang menjadi sandaran karier Anda.

Ringkasnya

    Baik kekuasaan maupun politik merupakan bagian yang melekat dalam kehidupan organisasi. Meskipun memiliki konotasi negatif dan berhubungan dengan perilaku tidak etis, hal-hal tersebut tidak selalu tidak bermoral. 

Dalam banyak hal, kekuasaan dan pengaruh politik merupakan aspek penting dari kepemimpinan yang efektif. Meskipun ada beberapa perbedaan antara kekuasaan dan kepemimpinan, keduanya sering kali berjalan bersamaan, dan banyak pemimpin juga menjalankan posisi kekuasaan.


Etika Organisasi


Nama                                    : Amanda Tiara Prameswari

Nim                                       : 236120900050

Dosen Pengampu                 : Bpk.Tofan Tri Nugroho,S.E.,M.M.

Prodi                                     : Bisnis Digital

Fakultas                               : Bisnis,Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo



ETIKA DALAM ORGANISASI



    Etika merupakan cabang filsafat yang mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang apa yang dianggap baik atau buruk, benar atau salah, dan bagaimana kita seharusnya bertindak dalam berbagai situasi kehidupan. 


    Etika tidak hanya mencakup pandangan individu tentang moralitas, tetapi juga mencoba memahami dasar-dasar universal dari kebaikan dan keadilan.

 

Dalam hal ini akan dibahas mengenai 3 hal, yaitu :


1.Prinsip etika dalam bisnis dan organisasi

2.Tantangan etika yang dihadapi pemimpin dan anggota organisasi

3.Penerapan etika dalam pengambilan keputusan


 

1.Prinsip Etika dalam Bisnis dan Organisasi


 Utilitarianisme

Pendekatan etika yang menilai kebaikan atau keburukan suatu Tindakan berdasarkan dampaknya pada kebahagiaan atau kesejahteraan secara keseluruhan. Dalam bisnis dan organisasi, prinsip utilitarianisme dapat diaplikasikan dengan mempertimbangkan dampak dari keputusan atau tindakan pada berbagai pemangku kepentingan.


 Prinsip Utilitarianisme dapat terkait dalam organisasi dan bisnis :


Ø  Dampak positif  bersih

Keputusan bisnis yang diambil harus memperhitungkan dampak positif bersih atau keutungan bersih bagi masyarakat dan lingkungan.

Ø  Tindakan berdasarkan konsekuensi

Prinsip utilitarianisme menganjurkan pemilihan tindakan berdasarkan konsekuensi -konsekuensi yang menghasilkan kebaikan terbesar.

Ø  Pertimbangan etika dalam pengambilan keputusan

Menempatkan pertimbangan etika pada tingkat utama dalam pengambilan keputusan. Organisasi yang mengadopsi pendekatan ini cenderung mempertimbangkan implikasi etika dan dampaknya pada kesejahteraan luas.


Whitsleblowers (Pemberi Informasi)

Prinsip etika yang mempertimbangkan dan melibatkan whitsleblowers mencerminkan pentingnya transparansi,integritas, dan pertanggungjawaban dalam lingkungan bisnis.


Berikut adalah beberapa aspek terkait whistleblower dalam konteks Prinsip Etika :


Ø  Transparansi

Mendukung whisteblower dapat menciptakan lingkungan yangtransparan dimana pelanggaran etika dan hukum dapat diungkapkan tanpa rasa takut.

Ø  Integritas

Memberikan perlindungan kepada whisteblower mencerminkan integritas perusahaan untuk mengatasi dan memperbaiki permasalahan internal.

Ø  Pencegahan kecurangan dan korupsi

Menyediakan saluran komunikasi terbuka untuk whitsteblower dapat membantu dalam pencegahan kecurangan,korupsi atau perilaku tidak etis lainnya.


Deonance (Deontologi)

Menekankan kewajiban atau aturan moral yang bersifat mutlak dan tidak tergantung pada konsekuensi dan tindakan tersebut. Dengan kata lain, deontologi menekankan bahwa ada norma - norma moral atau aturan yang harus diikuti, terlepas dari hasil atau dampak yang mungkin terjadi.


Beberapa aspek deontologi yang dapat relevan dalam konteks organisasi dan bisnis :


Ø  Prinsip Universal

Cenderung mendorong prinsip universalitas, yang berarti bahwa aturan moral yang diikuti oleh individu atau organisasi harus diterapkan secara konsisten dan universal.

Ø  Kewajiban dan aturan moral

Deontologi menekankan kewajiban moral dan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh individu atau organisasi. Mencakup aspek-aspek seperti kejujuran, keadilan, dan menghormati hak individu.

Ø  Pentingnya hak individu

Deontologi sering menempatkan pentingnya hak individu sebagai suatu prioritas. Mencakup hak-hak anggota, dan pemangku kepentingan lainnya.

 

2.Tantangan Etika yang dihadapi Pemimpin dan Anggota Organisasi


Beberapa contoh dan penjelasan tentang tantangan etika yang dihadapi pemimpin dan anggota organisasi :


Ø  Penurunan tingkat kesadaran

Dapat menciptakan resiko perilaku yang tidak etis bahkan melanggar norma etika. Dapat disebabkan oleh berbagai factor dan memiliki konsekuensi yang serius bagi organisasi.


Ø  Rendahnya tingkat komunikasi

Dapat menghasilkan sejumlah masalah dan juga berdampak negative dilingkungan organisasi. Kurangnya komunikasi dapat membuat anggota sulit untuk memenuhi tujuan organisasi dan harapan pemimpin bahkan mencipakan kebingungan.


Ø  Penurunan sifat transparansi dan kepercayaan

Berdampak serius pada lingkungan berorganisasi,bahkan menimbulkan ketidak pastian tentang arah, bahkan  kebijakan dan membuat anggota merasa tidak yakin tentang masa depan mereka dalam organisasi.


Ø  Tidakadanya sistem yang mengatur

Tindakan-tindakan yang tidak etis sebeharusnya dapat dideteksi, dimonitor dan dicegah sehingga dapat meminimalisir kegiatan yang tidak diharapkan terjadi. Tanpa adanya sistem yang mengatur ini anggota mungkin tidak memiliki arahan yang tegas tentang etika yang diharapkan.

 
3.Penerapan Etika dalam Pengambilan Keputusan


             Seperti yang dibahas sebelumnya, pertimbangan etika seharusnya menjadi landasan penting dalam pengambilan dan pemilihan keputusan di organisasi ataupun bisnis.


Dalam hal ini terdpat 3 cara untuk penerapan etika dalam keputusan:


Ø  Pengambilan keputusan berdasarkan prinsip utilitarianisme

    Pandangan ini mendominasi pengambilan keputusan bisnis dan konsisten dengan tujuan seperti rasionalitas, efisiensi, produktivitas, dan keuntungan yang tinggi. Idealnya untuk memberikan keuntungan bersama.


Ø  Pengambilan keputusan yang konsisten dengan hak-hak dasar dan hak istimewa

    Penekanan pada hak dalam pengambilan keputsan berarti menghormati dan melindungi hak-hak dasar individu, seperti hak privasi, hak kebebasan berbicara dan hak atas proses yang adil. Kriteria ini melindungi pelapor (whistleblowers) yang mengungkap praktit tidak etis organisasi kepada pers atau lembaga pemerintah, menggunakan hak mereka untuk berbicara.


Ø  Memberlakukan dan menegakkan aturan dengan adil dan tanpa prasangka

    Pendekatan ini sering dilakukan dengan sudut pandang deontologi (deonance), dengan gambaran seperti “anggota seolah-olah mereka seharusnya berperilaku dengn cara tertentu, sesuai dengan aturan, hukum, norma ,atau prinsip moral”. Contoh, beberapa anggota mungkin merasa bahwa seharusnya mereka tidak mencuri dari tempat itu karena secara etis “salah” menurut norma, prinsip, atau standar moral.


Kesimpulan

    Etika mempunyai peran krusial dalam bisnis dan organisasi, membimbing perilaku dan pengambilan keputusan. 

    Prinsip-prinsip seperti utilitarianisme dan deontologi menjadi dasar  norma perilaku, sementara perlindungan whistleblower menunjukkan pentinganya transparansi.

    Tantangan seperti penurunan kesadaran memerlukan system yang mengatur perilaku sehari-hari. 

    Penerapan etika dalam pengambilan keputusan menjadi kunci untuk memastikan dampak keputusan  mempertimbangkan aspek moral,hak dasar dan keadilan. 

    Dengan memahami prinsip-prinsip etika, organisasi dapat membentuk budaya yang mempromosikan keputusan etis dan berkelanjutan.