Budaya Organisasi dan Perubahan
Nama : Amanda Tiara Prameswari
Nim : 236120900050
Dosen Pengampu : Bpk.Tofan Tri Nugroho,S.E.,M.M.
Prodi : Bisnis Digital
Fakultas : Bisnis,Hukum dan Ilmu Sosial
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
BUDAYA ORGANISASI
Awal mula perubahan budaya dalam studi kasus Huawei
BUDAYA SERIGALA
Raksasa teknologi Huawei telah berkembang pesat, menghadirkan telepon seluler dan layanan data ke berbagai wilayah di seluruh dunia.
Kesuksesan perusahaan sering dikaitkan dengan apa yang disebut “budaya serigala”. Budaya Huawei berakar pada latar belakang pendirinya, Ren Zhengfei, yang merupakan seorang insinyur di Tentara. Ia mendirikan perusahaan tersebut pada akhir tahun 1980an pada masa kebangkitan kapitalis Tiongkok.
Sejak didirikannya perusahaan, nilai-nilai militer, termasuk semangat, dedikasi, dan ketekunan, telah memengaruhi budaya organisasi.
Tahun awal berdirinya Huawei, di mana para karyawan harus menghadapi kondisi kerja yang berat untuk memastikan keberhasilan organisasi.
Namun, budaya yang dulunya dianggap sebagai kunci kesuksesan Huawei
kini mendapat sorotan lebih besar. Bukti-bukti pelanggaran yang meluas telah
muncul. Tampaknya “budaya serigala” mengizinkan atau bahkan mendorong
karyawan untuk melanggar aturan demi mencapai kesuksesan dengan cara apa
pun, tidak peduli seberapa tidak etisnya.
Kisah Huawei menunjukkan risiko yang timbul akibat budaya organisasi yang tidak menegakkan standar etika dan mengabaikan kesejahteraan karyawan.
Apa Itu Budaya Organisasi?
Nilai-nilai, keyakinan, dan asumsi ini, jika dipraktikkan,
(1) menyaring apa yang menjadi perhatian karyawan,
(2) diwujudkan secara fisik sebagai simbol materi(misalnya seragam, patung, dll) dancerita, dan
(3) menjadi landasan bagi makna bersama di antara anggota suatu organisasi.
Kerangka kerja paling umum menggambarkan budaya organisasi memiliki beberapa nilai yang bersaing.
1. “Klan.”Sebuah budaya berdasarkan afiliasi manusia. Karyawan menghargai
keterikatan, kolaborasi, kepercayaan, dan dukungan.
2. “Adhokrasi.”Budaya yang berbasis pada perubahan. Karyawan menghargai pertumbuhan,
variasi, perhatian terhadap detail, stimulasi, dan otonomi.
3. “Pasar.”Budaya berdasarkan prestasi. Karyawan menghargai komunikasi,
kompetensi, dan kompetisi.
4. “Hierarki.”Budaya yang didasarkan pada stabilitas. Karyawan menghargai
komunikasi, formalisasi, dan rutinitas.
Budaya Kuat versus Budaya Lemah
Di
sebuah budaya yang kuat, nilai-nilai
inti organisasi dipegang teguh dan dianut secara luas. Semakin banyak anggota
yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besarkomitmen mereka, semakin kuat
budaya dan semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku anggota.
Budaya
yang kuat seharusnya lebih berdampak langsung pada hasil organisasi karena
budaya tersebut menunjukkan kesepakatan yang tinggi mengenai apa yang diwakili
oleh organisasi.
Budaya lemah dalam suatu konteks dapat
mencakup kurangnya integritas, ketidaktransparan, kurangnya dorongan untuk
pertumbuhan dan inovasi, serta ketidakseimbangan antara tanggung jawab dan
akuntabilitas. Budaya ini dapat merugikan hubungan antar anggota organisasi dan
berdampak negatif pada kinerja keseluruhan.
Bagaimana Karyawan Mempelajari Budaya?
Kebudayaan
disebarkan dalam beberapa bentuk, yang paling ampuh adalah cerita, ritual, simbol
material, dan bahasa.
Cerita
Biasanya
mencakup narasi tentang para pendiri organisasi, pelanggaran peraturan,
relokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan upaya mengatasi
organisasi.
Karyawan
juga menciptakan narasi mereka sendiri tentang bagaimana mereka bisa cocok atau
tidak dengan organisasi selama proses sosialisasi, termasuk hari-hari pertama
bekerja, interaksi awal dengan orang lain, dan kesan pertama dalam kehidupan
organisasi.
Bukti menunjukkan bahwa kisah-kisah yang sarat
emosi dan seringkali inspiratif ini sangat transformasional, persuasif, dan
memotivasi—mendorong karyawan untuk mengadopsi dan melestarikan budaya.
Ritual
Ritual
adalah rangkaian aktivitas berulang yang
mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi. Beberapa perusahaan mempunyai ritual non-tradisional untuk
membantu mendukung nilai-nilai budaya mereka.
Simbol
Tata
letak kantor pusat perusahaan, jenis mobil yang diberikan oleh para eksekutif
puncak, dan ada tidaknya pesawat
perusahaan adalah beberapa contohnya. Simbol materi,terkadang juga dikenal
sebagai artefak. Lainnya mencakup ukuran kantor; keanggunan perabotan, fasilitas, dan pakaian; dan bahkan halaman media sosial
atau situs web perusahaan organisasi
tersebut.
Hal
ini menyampaikan kepada karyawan siapa yang
penting; tingkat egalitarianisme yang diinginkan manajemen puncak; dan
jenis perilaku yang sesuai, seperti
pengambilan risiko, dan perilaku konservatif, otoriter, partisipatif, individualistis, atau sosial.
Simbol material juga menawarkan rasa keterhubungan dan membangkitkan emosi pada karyawan yang memahami simbol tersebut.
Bahasa
Banyak
organisasi dan subunit di dalamnya menggunakan bahasa untuk membantu anggotanya
mengidentifikasi budaya, membuktikan penerimaan mereka terhadap budaya
tersebut, dan membantu melestarikannya.
Menciptakan dan Mempertahankan Kebudayaan
Bagaimana Budaya Dimulai ?
Penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara :
Pertama,
para pendiri cenderung mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikiran
dan merasakan hal yang sama dengan mereka.
Kedua,
mereka mensosialisasikan karyawan terhadap cara berpikir dan perasaannya.
Dan yang
terakhir, perilaku para pendiri mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri
mereka dan menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi mereka. Ketika organisasi
berhasil, kepribadian para pendirinya akan tertanam dalam budaya.
Menjaga Budaya Tetap Hidup
Ada
tiga kekuatan yang memainkan peranan penting dalam mempertahankan budaya: Praktik
seleksi atau perekrutan, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi
(misalnya, orientasi, pelatihan, dan memasukkan karyawan baru).
Peran budaya dapat menjadi beban bagi sebuah organisasi
Bandingkan
fungsinya dan dampak disfungsional budaya organisasi terhadap manusia dan
lingkungan organisasi.
Fungsi Kebudayaan
Budaya
mendefinisikan “aturan main”. Pertama, ia mempunyai peran yang menentukan batasan:
ia menciptakan perbedaan antar organisasi. Kedua, menyampaikan rasa identitas
bagi anggota organisasi. Ketiga, budaya memfasilitasi komitmen terhadap sesuatu
yang lebih besar daripada kepentingan pribadi individu. Keempat, meningkatkan
stabilitas sistem sosial.
Budaya
adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan memberikan
standar mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan. Terakhir, ini
adalah mekanisme yang membuat masuk akal dan mengontrol yang memandu dan
membentuk sikap dan perilaku karyawan
Menerapkan Budaya sebagai Iklim
Meskipun
kita sering mengharapkan budaya terwujud dengan cara yang dapat diprediksi,
mungkin terdapat perbedaan di antara keduanyadianut(yaitu diadopsi di
permukaan) dan diberlakukan(yaitu, benar-benar dipraktikkan) nilai-nilai
budaya, keyakinan, dan asumsi. Perbedaan ini mempunyai implikasi terhadap
bagaimana iklim muncul.
Dalam
memahami lingkungannya,karyawan membedakan antara apa yang mereka “dengar” atau
“lihat” yang didukung oleh pemimpin organisasi dalam rapat, memo, buku
peraturan, dan sebagainya, dan apa yang“sebenarnya” mereka lihat sedang
dilaksanakan.
Budaya sebagai Aset
Budaya
dan Iklim Etis Budaya organisasi tidak netral dalam orientasi etisnya, bahkan ketika
mereka tidak secara terbuka mengejar tujuan etis. Budaya etisberkembang seiring
berjalannya waktu sebagai konsep bersama tentang perilaku benar dan salah di
tempat kerja.
Budaya
etis mencerminkan nilai-nilai sejati organisasi dan membentuk pengambilan keputusan
etis para anggotanya. Budaya etis mendukung standar etika yang jelas, dengan
perilaku etis yang dicontohkan oleh kepemimpinan.
Budaya dan Iklim Berkelanjutan Keberlanjutan
Untuk
menciptakan bisnis yang benar-benar berkelanjutan, sebuah organisasi harus
mengembangkan budaya jangka panjang dan menerapkan nilai-nilainya melalui
iklim. Dengan kata lain, perlu ada sistem berkelanjutan untuk menciptakan keberlanjutan!
budaya
organisasi menghasilkan perubahan perilaku karyawan yang positif. Pemimpin juga
memainkan peran yang besar: Pemimpin terlibat dalam beberapa perilaku untuk
membantu membangun budaya berkelanjutan, dan beberapa di antaranya melakukannya
dari posisi formal (misalnya, kepala petugas keberlanjutan).
Budaya dan Iklim yang Inovatif
Perusahaan
paling inovatif sering kali dicirikan oleh budaya mereka yang terbuka, tidak
konvensional, kolaboratif, visioner, dan cepat.
Perusahaan
startup sering kali memiliki budaya inovatif karena mereka biasanya kecil, gesit,
dan fokus pada pemecahan masalah agar dapat bertahan dan berkembang.
Budaya sebagai Kewajiban
Budaya
dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pegawai, yang jelas dapat menguntungkan suatu
organisasi. Budaya juga berharga bagi karyawan karena budaya menjelaskan apa
yang penting bagi organisasi.
Iklim
berikut ini menggambarkan bagaimana karyawan harus menerapkan hal-hal penting
ke dalam praktik. Namun kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang
berpotensi menimbulkan disfungsi, terutama aspek yang sangat negatif terhadap efektivitas
organisasi.
Mari kita lihat beberapa faktor utama yang menandakan budaya organisasi yang negatif :
Stagnasi dan Pengukuhan
2)
Keseragaman
dan Kekakuan
3)
Toksisitas
dan Disfungsi
4)
Mempengaruhi
Budaya Organisasi
Mengembangkan
Budaya Positif Membangun Kekuatan KaryawanMeskipun budaya organisasi yang
positif tidak mengabaikan masalah,budaya ini menekankan pada menunjukkan kepada
pekerja bagaimana mereka dapat memanfaatkan kekuatan mereka.
Keterbatasan
Budaya PositifApakah budaya positif bisa menyembuhkan segalanya? Meskipun banyak
perusahaan telah menerapkan aspek-aspek budaya organisasi yang positif, ini
merupakan gagasan yang cukup baru bagi kita untuk merasa tidak yakin tentang
bagaimana dan kapan budaya organisasi tersebut akan bekerja dengan baik.
Tidak semua budaya nasional menghargai hal-hal
positif seperti halnya budaya AS, dan bahkan dalam budaya AS, pasti ada batasan
sejauh mana organisasi harus melangkah. Batasannya mungkin ditentukan oleh industri
dan masyarakat.
Menghargai Lebih Dari Menghukum :Meskipun sebagian besar
organisasi cukup berfokus pada imbalan ekstrinsik seperti gaji dan promosi,
mereka sering kali melupakan manfaat dari imbalan yang lebih kecil (dan lebih
murah) seperti pujian (lihat bab tentang motivasi).
Budaya positif mengakui perbedaan
antara pekerjaan dan karier.
Mengembangkan
Budaya Etis
Meskipun
terdapat perbedaan antar industri dan budaya, budaya etis memiliki beberapa
nilai dan proses yang sama. Oleh karena itu, manajer dapat menciptakan budaya
dan iklim yang lebih etis dengan berpegang pada prinsip-prinsip berikut:
•
Jadilah panutan yang terlihat. Karyawan akan melihat tindakan manajemen puncak
sebagai tolok ukur perilaku yang tepat, namun setiap orang dapat menjadi
teladan untuk secara positif mempengaruhi suasana etika.
•
Komunikasikan ekspektasi etis. Kapan pun Anda menjabat dalam kapasitas kepemimpinan,
minimalkan ambiguitas etika dengan membagikan kode etik yang menyatakan
nilai-nilai utama organisasi dan aturan penilaian yang harus dipatuhi oleh karyawan.
•
Memberikan pelatihan etika.Selenggarakan seminar, lokakarya, dan program pelatihan
untuk memperkuat standar perilaku organisasi, memperjelas praktik apa saja yang
diperbolehkan, dan mengatasi potensi dilema etika.
•
Menghargai tindakan etis secara nyata dan menghukum tindakan yang tidak etis. Mengevaluasi
bawahan tentang bagaimana keputusan mereka dibandingkan dengan kode etik
organisasi.
Sifat Perubahan
Mengubah
hanyalah ketika segalanya menjadi berbeda dari sebelumnya. Ketika perubahan
diterapkan, hal ini akan mengarah pada redistribusi nilai, prioritas, dan sumber
daya secara alami yang bergema di seluruh organisasi dan mengubah interaksi
karyawan.
Seringkali,
perubahan tidak direncanakan dan terjadi secara alami—namun, situasi tertentu
memerlukan upaya proaktif, disengaja, dan berorientasi pada tujuan untuk
mewujudkan perubahan, yang semuanya menggambarkanperubahan yang direncanakan.
Misalnya,
sebuah produsen mobil besar menghabiskan beberapa miliar dolar untuk memasang
robot canggih. Karena rencana pengenalan peralatan baru secara dramatis
mengubah pekerjaan di bidang kendali mutu dan karena manajemen mengantisipasi
penolakan karyawan yang besar terhadap peralatan tersebut, para eksekutif
mengembangkan program untuk membantu orang-orang menjadi terbiasa dengan
peralatan baru.
Apa tujuan dari perubahan terencana?
Pertama,
berupaya meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan
lingkungannya. Kedua, berupaya mengubah perilaku karyawan.
Siapa di organisasi yang bertanggung jawab mengelola
aktivitas perubahan?
Jawabannya
dapat ditemukan diagen perubahan. Mereka melihat masa depan organisasi yang
belum diidentifikasi oleh orang lain, dan mereka mampu memotivasi, menciptakan,
dan menerapkan visi ini.
Beberapa agen
perubahan berupaya mentransformasi industri lama untuk memenuhi kemampuan dan
tuntutan baru.
Sumber Resistensi terhadap Perubahan
Sumber Individu
·
Kebiasaan
Untuk mengatasi kompleksitas hidup, kita mengandalkan kebiasaan atau respons terprogram. Namun ketika dihadapkan pada perubahan, kecenderungan untuk merespons dengan cara yang biasa kita lakukan menjadi sumber penolakan.
·
Keamanan
Orang-orang
dengan kebutuhan tinggi akan rasa aman cenderung menolak perubahan karena hal tersebut
mengancam perasaan aman mereka.
·
Faktor-faktor
ekonomi
Perubahan
dalam tugas pekerjaan atau rutinitas kerja yang sudah ada dapat menimbulkan
ketakutan ekonomi jika masyarakat khawatir bahwa mereka tidak akan mampu
melakukan tugas atau rutinitas baru sesuai standar mereka sebelumnya, terutama
ketika gaji sangat erat kaitannya dengan produktivitas.
·
Takut
akan hal yang tidak diketahui
Perubahan
menggantikan ambiguitas dan ketidakpastian untuk hal yang tidak diketahui.
·
Pemrosesan
informasi selektif
Individu bersalah karena memproses informasi secara selektif untuk menjaga persepsi mereka tetap utuh. Mereka mendengar apa yang ingin mereka dengar, dan mengabaikan informasi yang menantang dunia yang mereka ciptakan.
Sumber Organisasi
·
Inersia
struktural
Organisasi
mempunyai mekanisme bawaan, seperti proses seleksi dan peraturan formal untuk
menghasilkan stabilitas. Ketika sebuah organisasi dihadapkan pada perubahan, kelambanan
struktural ini bertindak sebagai penyeimbang untuk mempertahankan stabilitas.
·
Fokus
perubahan yang terbatas
Organisasi
terdiri dari sejumlah subsistem yang saling bergantung. Yang satu tidak bisa
diubah tanpa mempengaruhi yang lain. Jadi perubahan yang terbatas pada
subsistem cenderung diabaikan oleh sistem yang lebih besar
·
Inersia
kelompok
Bahkan
jika individu ingin mengubah perilakunya, norma kelompok dapat menjadi kendala.
·
Ancaman
terhadap keahlian
Perubahan
pola organisasi dapat mengancam keahlian kelompok khusus.Ancaman terhadap hubungan
kekuasaan yang sudah mapan. Setiap redistribusi otoritas pengambilan keputusan
dapat mengancam hubungan kekuasaan yang telah lama ada dalam organisasi.
Mengatasi Resistensi terhadap Perubahan
1.
Komunikasi
2.
Partisipasi
3.
Membangun
Dukungan dan Komitmen
4.
Kembangkan
Hubungan Positif
5.
Melaksanakan
Perubahan Secara Adil
6.
Manipulasi
dan Kooptasi
7.
Memilih
Orang yang Menerima Perubahan
8.
Pemaksaan
Pendekatan untuk Mengelola Perubahan
Organisasi
Sekarang
kita beralih ke beberapa pendekatan untuk mengelola perubahan: model tiga
langkah klasik Lewin, rencana delapan langkah Kotter, penelitian tindakan, dan
pengembangan organisasi.
Bandingkan empat
pendekatan utama dalam pengelolaan perubahan organisasi :
1. Model Tiga Langkah Lewin
Kurt
Lewin berpendapat bahwa perubahan yang sukses dalam organisasi harus mengikuti
tiga langkah:
mencairkan
status quo,pergerakan ke keadaan akhir yang diinginkan, dan pembekuan ulang. Perubahan baru untuk
menjadikannya permanen.
Secara
definisi, status quo adalah keadaan setimbang. Untuk beralih dari keseimbangan untuk
mengatasi tekanan resistensi individu dan konformitas kelompok—pencairan harus terjadi
melalui salah satu dari tiga cara:Pertama, itukekuatan pendorong,yang
mengarahkan perilaku menjauhi status quo, dapat ditingkatkan. Untuk yang lain,
itu kekuatan penahan, yang menghalangi pergerakan menjauh dari keseimbangan,
dapat dikurangi. Alternatif ketiga adalah menggabungkan dua pendekatan pertama.
v
Perusahaan
yang telah sukses di masa lalu kemungkinan besar akan menghadapi hambatan
karena masyarakat mempertanyakan kebutuhannya untuk perubahan. Ketika tahap
pergerakan dimulai, penting untuk menjaga momentum tetap berjalan.
v
Organisasi-organisasi
yang bersiap menghadapi perubahan kurang berhasil dibandingkan
organisasi-organisasi yang mencapai dan melalui tahap pergerakan dengan cepat.
v
Ketika
perubahan telah diterapkan, situasi baru tersebut harus dibekukan kembali
sehingga dapat dipertahankan seiring berjalannya waktu. Tanpa langkah terakhir
ini, perubahan kemungkinannbesar hanya akan berumur pendek, dan karyawan akan
berusaha untuk kembali ke kondisi keseimbangan sebelumnya.
Rencana
Delapan Langkah Kotter
2. Rencana
Delapan Langkah Kotter untuk Menerapkan Perubahan
Untuk mengatasi hambatan
perubahan ini, Kotter menetapkan delapan langkah berurutan untuk mengatasi
masalah ini :
1.
Membangun rasa urgensi dengan menciptakan alasan kuat mengapa perubahan
diperlukan.
2.
Membentuk koalisi yang mempunyai kekuatan cukup untuk memimpin perubahan.
3.
Menciptakan visi baru untuk mengarahkan perubahan dan strategi pencapaian visi
tersebut.
4.
Komunikasikan visi ke seluruh organisasi.
5.
Memberdayakan orang lain untuk bertindak berdasarkan visi tersebut dengan
menghilangkan hambatan terhadap perubahan dan mendorong pengambilan risiko dan
pemecahan masalah secara kreatif.
6.
Merencanakan, menciptakan, dan menghargai “kemenangan” jangka pendek yang
menggerakkan organisasi menuju visi baru.
7.
Mengkonsolidasikan perbaikan, menilai kembali perubahan, dan melakukan
penyesuaian yang diperlukan dalam program baru.
8.
Memperkuat perubahan dengan menunjukkan hubungan antara perilaku baru dan keberhasilan
organisasi.
John
Kotter mengembangkan model tiga langkah Lewin untuk menciptakan pendekatan yang
lebih rinci dalam menerapkan perubahan. Kotter memulai dengan membuat daftar
kesalahan umum yang dilakukan manajer ketika mencoba memulai perubahan. Mereka
mungkin gagal menciptakan rasa urgensi mengenai perlunya perubahan, koalisi
untuk mengelola proses perubahan, atau visi
3. Penelitian Tindakan
Penelitian
tindakan suatu proses perubahan berdasarkan pengumpulan data secara sistematis
dan kemudian pemilihan tindakan perubahan berdasarkan apa yang ditunjukkan oleh
data yang dianalisis.
Penelitian tindakan adalah proses perubahan
berdasarkan pengumpulan data secara sistematis dan pemilihan tindakan perubahan
berdasarkan apa yang ditunjukkan oleh data yang dianalisis.
Nilainya
adalah dalam menyediakan metodologi ilmiah untuk mengelola perubahan yang direncanakan.
Penelitian
tindakan terdiri dari lima langkah (perhatikan bagaimana langkah-langkah
tersebut sejajar dengan metode ilmiah): diagnosis, analisis, umpan balik,
tindakan, dan evaluasi.
4.
Pengembangan Organisasi
Pengembangan
organisasi (OD)adalah kumpulan metode perubahan yang mencoba meningkatkan
efektivitas organisasi dan kesejahteraan karyawan.
Metode
PO menghargai pertumbuhan manusia dan organisasi, proses kolaboratif dan partisipatif,
serta semangat penyelidikan.
Konsultasi
ProsesManajer sering merasa bahwa kinerja unit mereka dapat ditingkatkan tetapi tidak dapat mengidentifikasi apa yang harus
ditingkatkan dan bagaimana caranya. Tujuan
dari konsultasi proses adalah konsultan luar yang membantu klien, biasanya
seorang manajer, dalam menciptakan “hubungan melalui upaya terus-menerus dalam
'bersama-sama menguraikan apa yang sedang terjadi” untuk membuat pilihan
bersama tentang bagaimana melanjutkannya.
Proses
konsultasi mengasumsikan kita dapat meningkatkan efektivitas organisasi dengan menangani
masalah interpersonal melalui partisipasi dan keterlibatan. Dibandingkan dengan
pendekatan PO lainnya, pendekatan ini
lebih mengarah pada tugas, dan konsultan tidak memecahkan masalah organisasi
namun membimbing atau melatih klien untuk memecahkan masalah mereka.
Paradoks Perubahan
Dari
teori paradoks, yang menyatakan bahwa paradoks kunci dalam manajemen adalah
tidak adanya status optimal akhir bagi suatu organisasi. Di sebuah paradoks dalam
situasi ini, kita diharuskan untuk menyeimbangkan ketegangan di berbagai
tindakan, yang disebabkan oleh kelangkaan sumber daya.
Ada
proses yang terus-menerus dalam menemukan titik keseimbangan, keseimbangan
dinamis, di antara prioritas-prioritas yang berubah seiring berjalannya waktu.
Ringkasan
Budaya
organisasi mempunyai pengaruh besar terhadap efektivitas organisasi, perilaku anggotanya,
dan bagaimana organisasi merespons tantangan baru dan perubahan dalam
lingkungannya.
Nilai,
keyakinan, dan asumsi yang mendasarinya merupakan ciri-ciri yang membentuk budaya
dan membedakan organisasi satu sama lain. Misalnya, subkultur dapat terbentuk
terlepas dari kekuatan budaya dominannya.
Budaya
pada awalnya dibentuk oleh para pendiri organisasi, yang memilih karyawan dan
manajer yang mereka tahu akan mendukung misi dan nilai-nilai organisasi.
Karyawan
mempelajari budaya dengan mengamati dan berpartisipasi dalam cerita, ritual,
simbol, dan bahasa organisasi.
Komentar
Posting Komentar